Monday, March 24, 2008

Tanya Jawab (1)

Dari: hendry, surabaya
Namo Buddhaya,
Bhante,
1. Saya melihat di agama lain bahwasanya kalo kita percaya dengan agama mereka, maka mereka akan disembuhkan. Saya melihat banyak kesaksian bahwa kalo umat mereka sakit apapun, asal ikut kebaktian dan dijamah tuhan mereka, mereka bisa sembuh. Ada yang gak bisa berjalan setelah ikut bisa sembuh.
Yang mao saya tanyakan kepada Bhante : apakah benar ada kejadian seperti itu dan kenapa hal tersebut bisa terjadi ?
2. Dalam Agama Buddha terdapat 3 aliran yaitu Theravada, Mahayana dan Tantrayana.
Yang mao saya tanyakan ke Bhante : mengapa dalam ajaran Mahayana kebanyakan ajarannya mengarah ke ajaran Bodhisatva dan sutra-sutra yang dibacakan itu kebanyakan sutra Bodhisatva ?
Apakah dalam Ajaran Sang Buddha pernah cerita mengenai sutra-sutra tersebut ? Contohnya : Mahakaruna Dharani, Amithaba Sutra, Bhaisjyaguru Sutra ?
Terima kasih atas jawaban Bhante.

Jawaban:
1. Memang sering terdengar dalam masyarakat adanya kegiatan penyembuhan seperti yang disampaikan dalam pertanyaan. Namun, kalau dari ribuan orang yang hadir ada beberapa orang saja yang sembuh, berarti lebih banyak mereka yang tidak sembuh daripada mereka yang bisa disembuhkan.
Padahal, mereka yang tidak sembuh, mungkin juga memiliki keyakinan yang sama atau bahkan lebih yakin dengan mereka yang telah tersembuhkan.

Dalam pengertian Buddhis, mereka yang tersembuhkan dalam upacara itu adalah karena kamma baik yang mereka miliki telah mendukung untuk kesembuhannya. Upacara yang dilakukan hanya sarana untuk mempercepat kamma baik yang mereka miliki matang.
Apabila mereka belum memiliki kamma baik yang mendukung, maka meskipun mereka berkali-kali mengikuti upacara seperti itu, mereka tetap tidak mendapatkan kesembuhan seperti yang diinginkan.

Demikian pula kalau kesembuhan dapat dicapai dengan suatu upacara ritual belaka, maka tentu tidak ada lagi orang yang bersedia menjadi dokter atau membuka rumah sakit. Semua orang akan mengikuti dan belajar melakukan upacara ritual agar dapat menyembuhkan orang sakit. Namun, ternyata masih banyak orang yang menjadi dokter serta membuka rumah sakit. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua orang memiliki kamma baik yang mendukung agar ia bisa segera sembuh dengan mengikuti upacara ritual tertentu.
Jadi, memang ada upacara ritual yang mengkondisikan kamma baik berbuah dalam bentuk kesembuhan. Namun, janganlah terheran-heran dengan hal itu karena kesembuhan bukan hanya disebabkan oleh suatu upacara tertentu. Kesembuhan lebih memerlukan kamma baik yang mendukung daripada suatu upacara ritual.

2. Dalam masyarakat Buddhis berkembang Agama Buddha dengan dua tradisi besar yaitu tradisi India yang dikenal dengan istilah Theravada, dan tradisi Tiongkok yang dikenal dengan istilah Mahayana. Tantrayana atau Vajrayana atau Agama Buddha dengan tradisi Tibet lebih sering digolongkan sebagai bagian dari Agama Buddha tradisi Tiongkok.

Perbedaan Agama Buddha tradisi India dengan tradisi Tiongkok secara sederhana dapat dilihat dari saat Pangeran Siddhattha mencapai kebuddhaan. Saat Pangeran Siddhattha mencapai Penerangan Sempurna di Bodhgaya menjadi Buddha Gotama dapat dianggap sebagai titik nol untuk mempelajari kedua tradisi besar dalam Agama Buddha.
Theravada lebih banyak memberikan keterangan dan penjelasan yang berhubungan dengan berbagai kejadian setelah Pangeran Siddhattha mencapai kebuddhaan. Karena itu, berbagai kotbah Sang Buddha banyak dikutip dalam penjelasan secara Theravada.
Mahayana lebih banyak memberikan keterangan dan penjelasan yang berhubungan dengan berbagai kejadian sebelum Pangeran Siddhattha mencapai kebuddhaan. Karena itu, berbagai penjelasan Dhamma dalam Mahayana banyak membabarkan tentang bodhisatta atau calon Buddha.

Adanya perbedaan itu pula yang menyebabkan beberapa bagian kitab suci yang dipergunakan di kedua aliran tidaklah sama. Dharani dan sutra yang ditanyakan di atas tidak terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka yang dipergunakan Agama Buddha tradisi India atau Theravada.
Meskipun ada sedikit perbedaan di antara kedua aliran besar ini, hendaknya para umat Buddha tidak mempertajam perbedaan tersebut. Umat Buddha hendaknya lebih banyak membicarakan berbagai persamaan yang ada di kedua tradisi.
Dalam bahasa sederhana, berbagai hal yang sama dalam kedua tradisi hendaknya tidak dibeda-bedakan. Sebaliknya, hal yang berbeda dalam kedua tradisi hendaknya tidak dipersamakan. Setiap umat Buddha dapat memilih dan menjalani Agama Buddha dengan tradisi yang sesuai kecocokan masing-masing tanpa harus saling menjelekkan tradisi lain.
Semoga jawaban ini bermanfaat.
Salam metta,
B. Uttamo

 

Sumber : http://samaggi-phala.or.id/

 

 

Regards,

Sankata
PT. Ecomindo Saranacipta

YDAP Building 4th Floor

Jl. Raya PAsar Minggu Kav. 45

Jakarta, 12510 - Indonesia

Phone: +62 21 7900909 Fax: +62 21 7900808

Mobile phone : +62 819 - 77669779

Email : sankata.ec@ecomindo.com, sankatalee@gmail.com | ym : sankatalee

Blog : http://sankatalee.blogspot.com

 

Wednesday, March 19, 2008

Beyond The Living: Gods, Ghosts and Demons -- By : Ajahn Brahmavamso

Beyond The Living: Gods, Ghosts and Demons

Oleh: Ajahn Brahmavamso


GHOSTS:

Dari judulnya, sudah pasti banyak yang tertarik. Kata Ajahn sepertinya malam ini yang paling banyak pendengarnya. Dulu waktu dia disuruh berkotbah di Kuala Lumpur, Malaysia, dia diminta kasih judul kotbahnya, dia juga kasih yang ini dan yang muncul dengar banyak sekali. Sampe Bhikkhu di Kuala Lumpur bercanda, wah waktu saya berkotbah yang dengar bisa dihitung pake jari.

Ajahn Brahm berkata, is ghost exist or not? The answer is YES!

Tapi tidak usah takut karena hantu tidak pernah melukai manusia. Hantu hanya menakuti, tidak pernah melukai. Jangan percaya pada wajah hantu yang mengerikan dalam film itu.

Kemudian dia bertanya, coba tunjuk tangan bagi mereka yang pernah lihat hantu! Ada beberapa pendengar yang menunjuk tangan.

Kemudian dia bertanya lagi, coba tunjuk tangan bagi mereka yang pernah dilukai hantu! Ada beberapa juga yang menunjuk tangan.

Kemudian Ajahm Brahm berkata kepada mereka, benarkah kamu dilukai hantu? Saya melihat kamu masih baik-baik duduk di sini mendengar cerita saya.

Ada orang berkata, sewaktu tidur seperti dicekik hantu tidak bisa bernafas. Apakah itu bukan berarti dilukai?

Ajahm Brahm menjawab, sebenarnya pengalaman itu bukanlah dicekik hantu. Itu adalah pengalaman fisik kita sewaktu tidur karena pikiran kita ataupun pernafasan kita yang terganggu. Pikiran kita terikat pada sesuatu membuat kita lupa atau tidak mau bernafas, lain kali kalau mengalami yang begitu cobalah relaks and let go.

Percayalah, tidak ada hantu yang jahat di dunia ini, paling ada hantu yang nakal. Karena hantu itu seperti anak-anak, suka main dan suka diperhatikan orang. Tetapi ada sejenis hantu yang sangat mengerikan, dia bukan hanya membunuh diri sendiri. Tetapi juga membunuh orang lain. Akan saya ceritakan tentang hantu ini nanti terakhir-akhir.

Dulu teman saya menceritakan pengalamannya tentang hantu. Sewaktu dia bermeditasi, dia mencium ada bau aneh tapi tidak dihiraukan. Kemudian dia melanjutkan meditasinya tetapi dia diganggu terus oleh hantu itu, digelitik seperti meminta perhatiannya. Dia tetap tidak menghiraukan. Keesokan harinya sewaktu dia masuk lagi ke ruang meditasinya, masih tercium bau yang aneh itu.

Dia tahu kalau itu adalah bau hantu karena bau dewa itu harum. Jadi sebelum dia memulai meditasinya, dia mengambil bantal lebih satu taruh di sampingnya dan berkata dengan tegas, "I know it is you. There you sit down and meditate with me or else, go somewhere else! Don't bother me!"

Setelah itu, meditasinya tidak pernah terganggu lagi dan bau yang tidak sedap itupun lenyap.

Ada sepasang suami istri Buddhis yang sering ke vihara kita di Australia. Mereka menceritakan pengalamannya membeli rumah baru. Agen rumah tidak memberitahukan kalau pemilik rumah sebelumnya baru saja mati di depan rumahnya sewaktu memindahkan perabotnya. Karena pemilik sebelumnya mungkin ada penyakit jantung atau karena kegemukan, dia mati di pintu rumah sewaktu memindah perabotnya. Suami istri ini tidak tahu jadi mereka pindah masuk saja seperti biasanya.

Tetapi tiap malam mereka diganggu orang yang iseng memijit bel. Mereka membuka pintu dan mengira mungkin saja anak-anak yang sedang iseng, tapi ternyata tidak ada orang. Sampai tengah malam pun begitu. Suaminya ada ide, dia mengeluarkan baterai dari bel jadi waktu dipijit tidak berbunyi lagi. Tetapi walaupun tidak ada baterai, bel itu berbunyi lagi. Barulah mereka tahu ini bukan perbuatan orang iseng. Ternyata itu hantu pemilik rumah sebelumnya yang mau masuk ke rumah. Dia belum sadar kalau dia sudah mati.

Mereka baru tau akan kejadian tentang hantu ini setelah mendengar dari tetangga-tetangganya.

Jadi sebagai umat Buddha mereka meminta petunjuk dari bhikkhu dan membacakan paritta (doa) supaya hantu itu bisa pergi ke tempat yang seharusnya dia berada.

Kalian tahu kenapa kebanyakan hantu tidak dapat diambil fotonya. Saya dulu juga heran. Sewaktu saya masih kuliah, saya bersama teman sekelas saya masuk menjadi anggota dari klub yang mengamati miracle (keajaiban). Karena mata kuliah saya semua tentang ilmiah, saya sangat ingin tahu tentang keajaiban di dunia.

Kita ada membuat kelompok belajar dan pergi mencari rumah-rumah yang berhantu. Kita berupaya untuk mengambil foto tetapi tidak ada satupun yang jadi. Setelah mendalami agama Buddha saya baru mengerti kalau hantu itu hanya dapat dilihat oleh pikiran.

Ini mengingatkan saya tentang cerita kungfu Tiongkok yang saya lihat sewaktu kecil. Cerita itu mengenai seorang anak yang belajar kungfu pada seorang guru. Pada suatu hari guru itu membawa anak itu pergi ke sebuah kolam. Dia berkata pada anak itu, Awas! Jangan terlalu dekat dengan kolam itu.

Kalau kamu jatuh ke dalam, kamu akan menjadi tulang-tulang yang kamu lihat itu pada dasar kolam. Karena kolam ini bukan kolam air biasa, melainkan air asam pekat yang menghancurkan apa saja. Jadi untuk melatih keseimbangan badanmu, kamu harus berjalan di atas jembatan kayu ini dan berlatih selama 7 hari.

Seandainya badanmu tidak seimbang kamu bisa jatuh ke dalam kolam. Jadi berhati-hatilah. Anak itu berlatih tanpa jatuh ataupun terpeleset sekalipun dan tibalah 7 hari itu. Gurunya berkata, kamu sudah berlatih 7 hari, untuk meyakinkan bahwa keseimbangan badanmu sudah mantap, saya akan menutup matamu dengan kain hitam dan kamu berjalan lagi di jembatan itu satu putaran.

Mulailah anak itu merasa takut. Selangkah demi selangkah dia maju di jembatan itu, tetapi baru 7 langkah dia sudah terpeleset dan jatuh ke kolam.

STAY TUNED! Seperti biasanya komersial iklan di TV muncul pada saat-saat kritis, dan saya harus menunggu beberapa menit untuk melihat apa yang terjadi pada anak itu.

Kembali ke film ini, anak itu berpikir tamatlah riwayatku. Tetapi begitu dia terjatuh dia terdengar gurunya tertawa terbahak-bahak dari tepi kolam dan berkata bukalah kain hitam itu dan berenanglah ke tepi. Anakku, tidak ada kolam asam, tulang tengkorak yang seperti kamu lihat itu hanyalah palsu saja. Itu air biasa, tetapi pikiranmu telah menghantui kamu, rasa takutmu lah yang menghantui kamu sehingga keseimbangan batinmu tidak terjaga, dan tentu saja dengan keseimbangan badanmu.

Kembali tentang klub pelacak keajaiban yang saya masuk dulu. Dalam program pertama dari klub ini, ada seorang wanita tua yang datang memberikan ceramahnya tentang ilmu gaib. Dia bilang, "Welcome to my talk. As you know, I'm a witch (nenek sihir)." Srrhh... kita semua berdiri bulu romanya. Kemudian berkata lagi. "Don't be afraid. There are 2 kinds of witches. Black Witch and White Witch. Black Witch is Evil and White Witch is a kind Witch, who always helps people. I'm a White Witch."

Semua orang menjadi tenang kembali.

Kemudian nenek itu melanjutkan lagi. "But... Black Witch will always say that she too a White Witch" hahaha...

Teman bersama saya yang masuk klub ini sekarang berbisnis di London dan masih aktif dalam klub ini. Saya bertemu dengannya akhir-akhir ini. Kartu bisnisnya sangat unik. Selain bisnis utamanya, di bawah namanya ada tertulis "Member of Ghost Buster of Northern Island". (artinya anggota penangkap hantu dari Pulau bagian Utara). Di Inggris banyak sekali hantu gentayangan. Karena hantu-hantu itu terlalu lengket / melekat pada keluarganya atau rumahnya atau barangnya. Mereka tidak rela meninggalkan kediamannya atau keluarganya, jadi tetap di sana tidak mau pergi-pergi untuk tumimbal lahir.

Tetapi bagaimanapun, bhikkhu yang baik lah yang ahli dalam menangkap hantu. Bhikkhu itu ahli sebenarnya bukan karena dia memiliki kekuatan gaib atau kekuatan lainnya. Tetapi karena Bhikkhu itu menaati peraturan-peraturan yang diberikan Sang Buddha, sehingga bhikkhu-bhikkhu dapat terbebas dari segala niat buruk atau apapun yang tidak baik, dan bhikkhu-bhikkhu juga bisa memancarkan kasih sayangnya kepada semua makhluk tanpa meminta pembalasan apapun.

Talk about this precept (peraturan), saya teringat tentang seorang wanita Thai usia 60 an yang sering ke vihara kita di Australia. Dia seorang Buddhis yang sangat saleh, taat pada Pancasila Buddhis dan tiap minggu menjalankan Atthasila Buddhis (8 sila Buddhis). Tetapi ada beberapa minggu saya tidak melihatnya, tetapi saya melihat putrinya dan bertanya kemana orang tua itu?

Kemudian putrinya bercerita. Ibunya sakit dan berada di hospital. Kata putrinya, sekarang saya lebih yakin dengan agama Buddha. Karena sebenarnya ketika ibuku baru masuk rumah sakit saya sangat kuatir dan pergi menjenguk seorang ahli pengobatan dengan ilmu gaib yang terkenal. Saya membayar A$20 kepadanya kemudian dia meminta nama, tanggal lahir, nama rumah sakit dan nomor tempat tidur ibuku. Begitu saya beritahu kepadanya, dia membaca mantra-mantranya sampai lama sekali. Kemudian dia bangun dan berkata padaku, apakah ibumu ada ilmu gaib atau memakai apa-apa dalam tubuhnya. Saya tidak bisa melihat dengan jelas karena dia seperti diselimuti oleh atmosphere putih disekelilingnya.

Saya menjawab, tidak ibu saya tidak memakai apa-apa tetapi dia penganut Buddha yang taat pada peraturannya. Seketika itu juga ahli gaib ini mengembalikan uangku A$20 dollar dan berkata, kenapa kamu tidak bilang sebelumnya, buang waktuku saja!

Dari sini, kalian harus tahu, bahwa menaati Sila yang ditetapkan Sang Buddha itu berarti melindungi diri kalian sendiri. Setiap kali ke vihara, kita selalu bersujud di depan rupang Sang Buddha. Kalian tahu apa artinya? Itu bukan berarti kita umat Buddha menyembah-nyembah di depan patung.

Dulu saya tidak mengerti, saya hanya ikut saja bersujud. Sekarang saya mengerti bahwa saya bersujud di depan rupang (patung) Sang Buddha bukan karena saya menyembahnya, tetapi saya menghormati dan mengagungkan jalan yang ditunjukkan Sang Buddha dan bersujud untuk mengingatkan saya harus berjalan di atas jalan yang ditunjukkan olehNYA.

==========================

Note: Pancasila Buddhis adalah Lima sila yang harus ditaati umat Buddha. Sewaktu seorang umat Buddha di wisudhi, selain berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, dia juga harus berjanji taat pada Pancasila Buddhis yang ditetapkan oleh Sang Buddha sebagai peraturan untuk umat awam. Isi Pancasila Buddhis itu adalah:

1. Panatipata Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak membunuh atau melukai makhluk apapun.

2. Adinandana Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak mencuri, mengambil milik orang lain tanpa persetujuannya.

3. Kamesumichacara Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak melakukan perbuatan serong atau asusila. Saya hanya setia pada pasangan saya.

4. Musavada Veramani Sikkha padang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak berbohong, tidak berkata kasar. Saya hanya berbicara yang jujur dan benar.

5. Sura-meraya-maja-pamadathana Veramani Sikkhapadang Samadiyami. Saya berjanji untuk tidak minum arak, makan obat yang mengakibatkan kecanduan dan kebodohan. Saya harus selalu berwaspada.

===========================

Sewaktu Ajahn Brahm berbicara tentang lima sila yang harus ditaati umat awam ini, dia bercanda tentang orang Thai yang pergi ke vihara. Dulu dia merasa aneh melihat beberapa lelaki Thai yang ke vihara berdoa dengan sikap anjali tetapi tidak semua lima jari bertemu lima jari sebagai mana seharusnya. Ada yang dua jarinya disimpan sehingga hanya 4 pasang jari yang keluar. Kemudian dia bertanya ke bhikkhu Thai temannya, kenapa mereka berdoa dengan jari begitu? Temannya menjawab, karena mereka tidak menaati salah satu peraturan dari lima sila itu. Ini hanyalah tradisi orang Thai yang sebenarnya tidak benar.

Seorang Buddhis yang benar harus tetap patuh pada perjanjiannya.

Kebetulan waktu ini kan waktu "Pho-Tho" bulan Juli menurut penanggalan Tiongkok. Banyak orang Singapura yang masih sembahyang besar-besaran untuk "hantu". Ada orang bertanya mengenai “Pho-Tho” kepada Ajahn Brahm.

Kata Ajahn, sebenarnya sembahyang "Pho-Tho" ini asal usulnya juga dari Ajaran Sang Buddha, hanya Ajaran itu telah direformasi.

Ceritanya ada tertulis dalam Sutta agama Buddha. Konon di masa kehidupan Sang Buddha, ada seorang raja di India yang bermimpi buruk dimana dia didatangi makhluk-makhluk halus yang menderita memohon-mohon padanya dengan sedih dan iba sekali.

Raja ini sangat gelisah setelah mimpi ini sehingga dia berkunjung kepada Sang Buddha memohon petunjuknya. Sang Buddha dengan kekuatannya tahu mengenai hal ini, Beliau berkata kepada raja itu bahwa mereka itu adalah orang-orang yang dihukum mati oleh raja ataupun raja sebelumnya. Karena mereka mati dengan penasaran, mereka menjadi gentayangan, tidak mau "let go" dengan dunia ini.

Raja yang bijaksana, berdana lah kepada orang-orang yang pantas menerima danamu. Keesokan harinya Raja membagi-bagi makanan dan pakaian kepada semua rakyatnya. Rakyatnya semua sangat gembira dan bersyukur dan berdoa atas kebahagiaan Raja. Sejak itu Raja itu tidak pernah bermimpi buruk lagi.

Cerita kedua adalah mengenai salah seorang murid utama Sang Buddha yang bernama Mogallana. Ibu Mogallana meninggal dunia. Mogallana sebagai anak berbakti ingin mengetahui keadaan ibunya, karena dia tahu pada masa hidupnya ibunya itu bukanlah seorang Buddhis, ibunya suka mencaci maki dan marah-marah terus pada siapapun termasuk pada Sang Buddha dan pengikutnya. Waktu itu Mogallana sudah mencapai kesucian dan mempunyai kekuatan menembus ruang dan alam, sehingga dia berhasil menemukan ibunya di alam kelaparan. Dia merasa kasihan sekali kepada ibunya, sedangkan ibunya tidak mengenal dia.

Dia melihat ibunya kelaparan, dan segera dia memberi makanan yang memang sudah disediakan kepada ibunya. Tetapi begitu ibunya makan, segera makanan itu menjadi bara api di kerongkongannya. Ibunya menjerit-jerit kesakitan dan segera Mogallana memberi ibunya minuman tetapi sama juga minuman itu juga menjadi bara api begitu masuk ke mulutnya.

Mogallana dengan segera upaya menolong ibunya tidak berhasil. Akhirnya dia pergi mencari Sang Buddha untuk memohon petunjuknya. Sang Buddha tahu akan kejadian ini juga dan berkata pada Mogallana, cepatlah kamu berdana memberi makan kepada orang suci agung atas nama ibunda mu.

Pada waktu kehidupan Sang Buddha, tentu saja tidak sukar mencari orang suci / Arahat, jadi Mogallana secepat mungkin mengumpulkan bhikkhu-bhikkhu lain yang juga temannya dan berdana ke mereka. Setelah itu mereka bersama-sama memanjatkan paritta untuk mentransfer kebaikan Mogallana kepada ibunya yang berada di alam kelaparan. Akhirnya ibunya terbebas dari alam kelaparan dan dilahirkan kembali di alam Surga Tusita.

Cerita ketiga adalah mengenai murid utama Sang Buddha yang lainnya (lupa namanya, entah Upali atau siapa). Pada suatu malam, sewaktu Upali bermeditasi di vihara dia mendengar suara dan tangis isakan seseorang. Setelah diteliti ternyata itu berasal dari seorang mahkluk halus di luar vihara. Hantu ini sedang memohon pada dewa penjaga pintu untuk membiarkan dia masuk menemui anaknya. Begitu Upali keluar, makhluk ini berkata kepada Upali, jangan melihat ke depan anakku, saya tidak memakai apa-apa, saya kotor! dan orang suci seperti kamu tidak pantas melihat saya. Tetapi saya memohon kepadamu anakku, tolonglah ibumu ini supaya terbebas dari kesengsaraan ini. Upali sangat terkejut mendengar perkataan makhluk ini. Tetapi sebelum dia sempat berkata apa-apa, makhluk ini sudah hilang. Pikiran Upali sangat terganggu oleh kejadian ini, karena ibunya belum meninggal dunia, kenapa makhluk ini berkata padanya bahwa dia adalah ibunya.

Seperti biasanya, Upali pergi mencari Sang Buddha memohon petunjuk. Sang Buddha berkata, Upali, ia benar adalah ibumu, tetapi ibu dari kehidupan lalu. Dia menderita karena karmanya, dan sekarang telah tiba karmanya bertemu denganmu yang telah menjadi orang suci. Cepatlah membuat jubah dan berdana lah kepada orang yang pantas supaya dia berpakaian kembali.

Karena pada masa itu, benang saja sukar diperoleh, apalagi kain lebih sulit lagi. Jadi dengan susah payah Upali mengumpul kain-kain kecil dari rakyat-rakyat di desa yang mereka diami, dan dia jahit jadi jubah dan berdana kepada bhikkhu-bhikkhu yang menjadi temannya.

Dan kemudian bersamaan mereka memanjat paritta (doa) menyalurkan jasa perbuatan baik pada ibunya pada kehidupan yang terdahulu, dan ibunya terlahir kembali entah di alam mana, saya lupa.

Pasti orang bertanya, mengapa bhikkhu-bhikkhu itu bisa mentransfer / menyalurkan jasa perbuatan baik kepada makhluk lain dengan mudah? Jawabannya karena pada masa kehidupan Sang Buddha, bhikkhu-bhikkhu yang ada pada masa itu benar-benar suci dan sudah mencapai Arahat.

GODS OR DEWA:

Ada seorang anak muda dari Amerika. Dia selalu suka jadi sukarelawan di panti-panti jompo atau di vihara. Sampai pada suatu hari dia berkata kepada temannya bahwa dia ingin menjadi seorang bhikkhu (pendeta Buddha). Bagaimana caranya? Temannya berkata pergilah kamu berdana kepada bhikkhu dan tanya lah dia bagaimana cara menjadi bhikkhu.

Pergi lah si anak ini ke vihara. Dia bertemu dengan seorang bhikkhu. Bhikkhu ini bertanya ada yang bisa saya bantu? Kebetulan Bhikkhu juga seorang berkebangsaan Amerika. Pada tahun 70-an masih sedikit bhikkhu orang kulit putih. Kata pemuda itu, saya ke sini mau berdana dan mau jadi bhikkhu, bagaimana caranya? Bhikku itu tersentak dan dia tahu pemuda ini ikhlas.

Bhikkhu itu berkata, pergilah kamu ke Thailand. Di sana ada Monastery International yang menerima kita para orang asing untuk berlatih. Jadi berangkatlah pemuda ini ke Thailand, sampai di Bangkok Airport jam 2 pagi tapi dia tidak tahu pasti alamat Monastery itu. Jadi dia pergi dengan naik taksi. Setelah perjalanan cukup jauh, sampailah ia di depan Monastery itu, waktu itu masih dini sekitar jam 3 lebih. Taksi itu pergi saja begitu mengantarnya. Ternyata Monastery itu belum terbuka, semuanya masih gelap gulita. Ketika dia mengamati pintunya, tiba-tiba tercium harum wangi.

Kemudian berbalik badan melihat seorang bapak tua dengan pakaian adat Thai berdiri di belakangnya. Bapak itu bertanya dengan bahasa Inggris yang fasih, ada yang bisa saya bantu? Pemuda ini sangat gembira sekali, karena untuk pertama kalinya di sini dia berjumpa dengan orang yang bisa berbahasa Inggris.

Pemuda ini menjawab, saya ke sini mau berdana dan menjadi bhikkhu. Bapak itu tersenyum dan menjawab, hari masih dini, belum ada yang bangun, mari saya antar kamu masuk ke dalam.

Dan bapak ini meraba kantongnya mengeluarkan kunci yang sudah usang dan membuka pintu samping monastery itu. Kemudian dia membawa pemuda ini ke sebuah ruang besar, menghidupkan lampu-lampu di ruang itu. Di sana ada patung-patung Buddha dan beberapa lukisan yang kelihatan sudah tua. Bapak itu menceritakan tentang sejarah lukisan-lukisan yang berada di ruang itu kepada pemuda tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih sekali. Tak terasa subuh sudah sampai, bapak itu berkata pada pemuda itu:

"Mari saya antar kamu ke ruang tempat para bhikkhu menerima dana makan. Setelah sampai di sana, bapak itu berkata, tunggulah di sini kepala biara akan segera keluar, dan bapak itu berjalan keluar.

Begitu kepala biara itu keluar, dia terperanjat melihat pemuda ini. Karena dia tidak bisa berbahasa Inggris, dia segera mencari murid kulit putih lainnya.

Pemuda ini menjelaskan bagaimana dia bisa masuk ke vihara dan menunggu di sana.

Kepala biara terperanjat, karena di dalam vihara mereka tidak pernah ada bapak yang dikatakan pemuda itu, lagipula hanya kepala biara dan wakilnya yang ada kunci pintu itu. Dia juga terperanjat karena pemuda itu tahu sejarah lukisan-lukisan itu, sementara orang-orang yang bermukim lama di sana saja sudah tidak tahu menahu tentang sejarah itu. Setelah pemuda itu menjelaskan ciri-ciri khas orang itu, ternyata baju adat itu seperti baju Raja Thailand yang dulu.

Segera mereka membawa pemuda itu untuk melihat sebuah lukisan seseorang. Pemuda itu berkata: "Yes! This is the man who helped me this morning." Segera mereka mengerti bahwa bapak itu ternyata Raja Thailand dulu yang sudah meninggal dunia dan menjadi Dewa. Karena keikhlasan dan kesucian hati dari pemuda ini, dewa pun menolongnya.

Cerita kedua tentang Dewa adalah dari pengalaman senior saya di Thailand. Pada masa saya dulu, bhikkhu-bhikkhu banyak yang berniat ke India, tempat asal usul agama Buddha. Mereka berjalan dari Thailand ke India, perlu waktu satu tahun. Banyak yang tidak berhasil, atau meninggal karena perjalanan yang berbahaya dalam hutan liar, ataupun tersesat. Senior saya, seorang bhikkhu yang sangat saleh bercerita tentang pengalamannya. Dia sudah berhasil sampai ke India.

Tetapi dalam perjalanan pulangnya sekitar 4 hari sebelum mencapai Thailand dia sudah kehabisan tenaga, karena sudah hampir seminggu dia belum menemukan makanan untuk mengisi perutnya. Akhirnya dia terjatuh di jalan, dari kejauhan dia nampak seorang berpakaian rapih dan bersih seperti orang kota membawa rantangan makanan berjalan ke arahnya.

Orang itu menderma makanannya kepada senior saya itu. Senior saya heran bagaimana orang ini bisa tahu kalau ada bhikkhu yang menunggu dana makanan. Karena bhikkhu tidak boleh bertanya asal usul makanan dari seorang pemberi, senior saya hanya menerima dan memakan makanan itu. Tetapi begitu dia membuka rantang makanan, dia terperanjat dengan isi makanan itu karena semuanya berisi sayuran yang bagus-bagus adat Thai seperti yang dijual di restoran. Senior saya tidak tahan untuk tidak bertanya.

Sehingga dia berkata kepada orang itu: "Maafkanlah saya untuk bertanya, dari manakah kamu berasal sehingga kamu tahu kalau di sini ada seorang bhikkhu yang sedang menunggu dana makan?" Orang itu hanya tersenyum dan menunjuk ke atas langit.

Cerita lain tentang dewa adalah pengalaman saya sendiri. Sewaktu saya berada di Thailand, sudah biasa seorang bhikkhu berjalan kaki dari suatu tempat ke tempat lain.

Suatu waktu, karena saya berjalan melewati banyak hutan yang tidak ada penduduknya, saya tidak menerima makanan maupun minuman. Sebagai seorang bhikkhu, sudah menjadi peraturan untuk hanya makan atau minum dari pemberian orang, tidak boleh meminta. Pada saat itu matahari terik sekali dan sudah 2 hari saya berjalan tidak makan atau pun minum. Kemudian tibalah saya di sebuah desa. Sewaktu saya berjalan di pintu desa, dari kejauhan saya sudah melihat ada warung dimana beberapa orang duduk sambil mengobrol.

Saya melihat ada iklan Coca-Cola. Sewaktu saya melewati warung itu, sebagai seorang bhikkhu saya tidak boleh melihat ke sana ke mari, apalagi meminta minum kepada mereka, jadi pandangan mata saya tetap menunduk ke bawah. Mereka sepertinya tidak menghiraukan saya. Kemudian saya berpikir dan berkata dalam hati, kalau benar ada DEWA yang menolong bhikkhu yang baik seperti yang tertulis dalam Sutta Pitaka, tunjukkanlah kepadaku sekarang juga keberadaan dewa itu. Kemudian saya berusaha konsentrasi dengan jalan saya sampai kira-kira setelah 9 meter saya berjalan, saya mendengar ada orang berlari-lari ke arah saya dan berteriak dengan bahasa Thai yang artinya persembahan dana makan untuk bhikkhu. Ternyata seorang wanita membawa Coca-Cola untuk saya, kemudian diikuti teman-temannya yang lain.

Kemudian saya duduk di bangku di tepi jalan. Kemudian saya minum Coca-Cola yang berada di sampingku, 9 botol! Dan berpikir, Wah! DEWA benar ada, dan bukan hanya satu, mereka benar-benar mau menunjukkan bahwa DEWA itu ada!

DEMON ATAU IBLIS

Apakah Demon itu ada? Well, ini cerita tentang seorang wanita penganut Buddhis juga. Wanita ini sangat taat pada sila-sila yang dia ucapkan. Dia juga seorang yang aktif dalam kegiatan Buddhis. Pada kehidupan pribadinya, dia termasuk seorang sukses dalam bisnis jadi banyak yang iri padanya. Mungkin karena iri, salah satu orang yang dikenalnya bermaksud tidak baik padanya.

Dia tidak mengetahui kalau ada yang mau berniat buruk padanya. Tetapi dia bisa merasakan kalau ada sesuatu yang terus mengikutinya dan berusaha mengganggunya. Dia merasa tidak nyaman. Kebetulan pada hari Minggu itu seperti biasanya dia pergi ke vihara. Begitu di vihara, dia merasa nyaman kembali. Tetapi dia sempat mencari bhikkhu di vihara untuk menceritakan tentang rasa tidak nyaman yang dialaminya akhir-akhir ini. Bhikkhu ini segera tahu kalau ada sesuatu yang tidak wajar terjadi, jadi bhikkhu inipun membawa beberapa murid-muridnya mengikuti wanita ini ke rumahnya.

Segera saja, bhikkhu itu mengetahui kalau ada DEMON di rumah wanita itu.

Setelah membacakan paritta, bhikkhu itu menyuruh DEMON tersebut untuk mewujudkan rupanya. Bhikkhu ini bertanya: "Why do you want to hurt this woman? Have she ever hurted you before in anyway?"

Demon itu berkata: "Saya disuruh oleh seseorang untuk membunuhnya, saya sudah berusaha dengan berbagai cara untuk masuk ke tubuhnya tetapi gagal. Saya sedang menunggu kelemahannya."

Bhikkhu itu berkata: "Wanita ini tidak dapat kamu lukai karena dia dilindungi oleh sila (perilaku dan moral) yang telah diperbuatnya. Kembalilah kamu ke alam yang seharusnya kamu berada."

Demon itu berkata lagi: "Tidak, saya tidak bisa kembali dengan kegagalan. Kalau saya gagal dengan tugas saya, itu sama saja dengan kematian saya."

Bhikkhu itu dengan kasih sayang berkata: "Bertobatlah Demon. Saya akan membacakan paritta untukmu sehingga dapat membantumu terlahir kembali di alam yang seharusnya kamu berada. Pergilah dengan sukarela."

Dengan cerita ini, apakah saya telah menjawab pertanyaanmu tentang Demon? I hope so. Semua cerita yang saya ceritakan itu berdasarkan TRUE STORY yang saya dengar ataupun saya alami.

Now, seperti yang saya ceritakan pertama-tama. Di dunia ini ada satu hantu yang benar-benar mengerikan, bukan hanya bisa membunuh diri kita sendiri, tetapi juga bisa membunuh orang lain. Tahukah kalian hantu apakah itu?

Hantu itu namanya "Hantu Botol". Dia tersimpan dalam botol. Sekali kamu bertemu botol itu dan membuka botol itu, hantu itu segera keluar dan ada yang mengakibatkan makin lama perut kamu semakin bulat dan besar.

Ini sebuah cerita yang diceritakan oleh seorang lelaki. Seperti biasanya lelaki ini suka pergi ke pub after work untuk minum-minum bersama dengan teman-temannya. Pada suatu malam dalam perjalanan pulang ke rumah, ada pemeriksaan lalu lintas di jalan yang akan dilewatinya. Dia melihat semua kendaraan berjalan dengan lambat dan segera ia mengetahui kalau di depan pasti ada pemeriksaan. Dia bermaksud untuk berputar balik mencari jalan lain karena dia tahu pasti bahwa dirinya tidak akan lulus dari pemeriksaan, angka alkohol di tubuhnya pasti sangat tinggi. Tetapi begitu menoleh ke belakang, sudah banyak mobil antri di belakangnya. Dia berpikir, ah, pasrah lah saya untuk menerima denda. Begitu sampai gilirannya, terdengar suara BUMP! (benturan) besar di depan. Polisi pemeriksa itu berkata: "There's an accident in front, we have to go to check it. Count yourself lucky, just go ahead!"

Lelaki itu kegirangan karena dia pikir, wah, I'm really lucky this time.

Dengan gembira sekali dia mengendarai mobilnya pulang dan langsung tidur.

Keesokan paginya, dia terbangun oleh sirene mobil polisi. Kemudian terdengar bel pintunya berbunyi. Dia langsung berpikir, saya tidak melanggar peraturan kemarin, kenapa polisi itu datang ke rumah saya? Ah, sekarang alkohol saya pasti sudah menurun, kalaupun mau ditest sekarang saya tidak perlu takut. Dia segera bangun membuka pintu. Begitu melihat polisi kemarin, dia berkata, "Hello Sir, ada yang bisa saya bantu? "

Polisi itu menjawab: "Yes, tolong bantu kami membuka pintu garasimu."

Begitu dibuka, lelaki itu terperanjat melihat mobil di garasi bukanlah mobilnya, melainkan mobil polisi kemarin.

Sekarang dia bukan hanya menerima hukuman karena mabuk saja, tetapi juga hukuman karena mencuri.

Kalau Anda atau teman Anda suka minum minuman keras, segeralah nasehati mereka untuk menghentikan kebiasaan buruknya ini.

Alkohol bukan saja merusak kesehatan, dia juga banyak menghancurkan kehidupanmu, keluargamu, bahkan banyak kecelakaan lalulintas yang membunuh akibat alkohol.

Inilah yang saya maksudkan dengan the HORRIBLE GHOSTS!


Penerjemah: Tidak diketahui

 

 

Regards,

Sankata
PT. Ecomindo Saranacipta

YDAP Building 4th Floor

Jl. Raya PAsar Minggu Kav. 45

Jakarta, 12510 - Indonesia

Phone: +62 21 7900909 Fax: +62 21 7900808

Mobile phone : +62 819 - 77669779

Email : sankata.ec@ecomindo.com, sankatalee@gmail.com | ym : sankatalee

Blog : http://sankatalee.blogspot.com

 

Misteri Kematian?

Dari: suriyano, surabaya
Namo Buddhaya,
Bhante , ada beberapa hal yang hendak saya tanyakan seputar " Misteri Kematian" yaitu :
1. Apakah pengertian kematian (marana) secara Buddhis?
2. Saya berkesimpulan bahwa kita tidak pernah mati, hanya mengalami proses kehidupan saja. Benar atau salah pendapat saya ini?
3. Kalau mencapai Nibbana yang mati hanya jasmaninya saja, sedangkan kesadarannya tidak. Betulkah demikian?
Mohon penjelasannya.

Jawaban:
1. Banyak pengertian tentang kematian yang berkembang dalam masyarakat. Semula, kematian dianggap terjadi ketika seseorang sudah tidak lagi bernafas. Kemudian, setelah beberapa puluh tahun berlalu, pengertian kematian berubah yaitu ketika seseorang tidak lagi bernafas dan jantung tidak juga berdenyut. Definisi kematian terus berubah hingga saat ini. Dewasa ini, seseorang dianggap meninggal apabila otak tidak lagi menunjukkan aktifitasnya. Aktifitas otak ini dapat diukur dengan berbagai peralatan medis yang cukup canggih.

Dalam pengertian Buddhis, manusia terdiri dari badan dan batin. Batin manusia terdiri dari perasaan, pikiran, ingatan dan kesadaran. Konsep kematian menurut Buddhis terjadi apabila kesadaran sudah tidak ada lagi dalam tubuh seseorang. Pengertian ini dapat disimpulkan pada saat membaca peristiwa Sang Buddha wafat. Pada saat itu, semua bhikkhu sudah menyatakan bahwa Beliau wafat. Namun, ada satu bhikkhu bernama Y.A. Anuruddha mampu mengetahui dan mengikuti kondisi kesadaran Sang Buddha yang masuk dalam berbagai tingkat pencapaian meditasi. Beliau juga mengetahui dengan tepat saat kesadaran Sang Buddha padam. Sang Buddha wafat.
Itulah pengertian kematian dalam Ajaran Buddha.

2. Ketika pengertian kematian adalah padamnya kesadaran, maka kematian yang sesungguhnya terjadi pada kematian orang yang telah mencapai kesucian. Ia mati dan tidak terlahirkan kembali. Dengan demikian, berhenti pula proses kehidupan yang telah dijalani selama ini.
Oleh karena itu, pernyataan di atas, bahwa manusia tidak pernah mati yang ada hanya proses kehidupan akan benar untuk mereka yang belum mencapai kesucian. Mereka memang akan terus terlahir kembali di berbagai alam kehidupan.
Namun, ketika seseorang sudah mencapai kesucian, ia akan mati dan tidak akan terlahir kembali. Berhentilah proses kehidupan.
Dengan demikian, pernyataan tersebut di atas, memiliki kebenaran namun hanya sebagian, bukan sepenuhnya.

3. Dalam konsep Buddhis, pencapaian kesucian dan kematian mereka yang telah mencapai kesucian adalah termasuk konsep yang mutlak dan tidak mampu untuk dilukiskan dengan kata-kata apapun. Untuk memahami pengertian ini, haruslah dialami sendiri.
Oleh karena itu, kesadaran mereka yang meninggal dalam kondisi mencapai kesucian tidak pula mampu dikatakan sebagai 'ada' atau 'tidak ada'. Konsep 'ada' dan 'tidak ada' merupakan konsep dualisme yang sudah dilampaui oleh mereka yang telah mencapai kesucian.
Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan ini adalah 'tidak terceritakan' atau 'tidak terlukiskan dengan kata-kata'.
Semoga jawaban ini bermanfaat untuk menambah pengertian tentang kematian dalam konsep Buddhis.
Semoga demikianlah.
Salam metta,
B. Uttamo

 

Regards,

Sankata
PT. Ecomindo Saranacipta

YDAP Building 4th Floor

Jl. Raya PAsar Minggu Kav. 45

Jakarta, 12510 - Indonesia

Phone: +62 21 7900909 Fax: +62 21 7900808

Mobile phone : +62 819 - 77669779

Email : sankata.ec@ecomindo.com, sankatalee@gmail.com | ym : sankatalee

Blog : http://sankatalee.blogspot.com

 

Jivaka Sutta (Sutta pendukung vegetarian)

 

JIVAKA SUTTA

 

(Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya II


1. Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Ambavana, taman milik Jivaka Komarabhacca, Rajagaha. Kemudian Jivaka Komarabhacca pergi menemui Sang Bhagava, setelah bertemu ia menghormat Sang Bhagava dan ia duduk. Setelah duduk ia berkata kepada Sang Bhagava:

2. "Bhante, ada hal yang telah saya dengar, yaitu bahwa mereka membunuh makhluk hidup untuk petapa Gotama dan petapa Gotama dengan sadar makan daging (binatang) yang dibunuh dengan maksud dan khususnya menyediakan untuk Beliau. Bhante, mereka yang mengatakan mereka membunuh makhluk hidup untuk petapa Gotama dan petapa Gotama dengan sadar makan daging (binatang) yang dibunuh dengan maksud dan khusus menyediakannya untuk Beliau --- pernyataan ini merupakan kutipan dari kata-kata bhante sendiri, tanpa salah mewakilkan Beliau dengan fakta yang salah, apakah mereka tidak menerangkan sesuai dengan dhamma dan tidak berdasarkan pada hal yang masuk akal sehingga dapat dicela?"

3. "Jivaka, mereka yang mengatakan mereka membunuh makhluk hidup untuk petapa Gotama dan petapa Gotama dengan sadar makan daging (binatang) yang dibunuh dengan maksud dan khusus menyediakannya untuk Beliau --- pernyataan ini tidak mengutip kata-kata-Ku, namun salah mewakilkan-Ku dengan hal yang tak benar, dengan fakta yang salah. Jivaka, saya mengatakan bahwa dalam tiga kondisi daging tak dimakan, yaitu: jika (pembunuhan) itu dilihat, didengar dan diduga (pembunuhan dilakukan demi seorang bhikkhu). Jivaka, berdasarkan pada tiga kondisi ini saya katakan daging tidak boleh dimakan. Jivaka, tetapi saya mengatakan bahwa dalam tiga kondisi daging dapat dimakan, yaitu jika (pembunuhan) itu tidak dilihat, tidak didengar dan tidak diduga (pembunuhan dilakukan demi seorang bhikkhu). Jivaka, berdasarkan pada tiga kondisi ini, saya nyatakan daging dapat dimakan.

4. Jivaka, demikianlah seorang bhikkhu hidup tergantung pada umat di desa maupun di kota. Ia hidup dengan pikiran yang diliputi cinta kasih (metta) pada satu arah, dua arah, tiga arah dan empat arah; demikian pula ia mengarahkan pikirannya yang diliputi metta ke arah atas, bawah dan samping; ia hidup dengan pikiran yang diliputi metta yang disebarluaskan, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa iri hati ke berbagai arah dan ke seluruh dunia. Seorang berumah tangga atau anaknya, setelah menemui beliau, ia mengundang beliau untuk makan pada besok hari.

5. Jivaka, bhikkhu tersebut dapat memenuhi undangan itu bila ia mau. Menjelang pagi ia mengenakan jubah, mengambil patta dan sanghati, ia mendatangi rumah orang yang mengundangnya, ia duduk di tempat yang telah disediakan. Perumah tangga yang mengundangnya melayani beliau dengan makanan terpilih. Namun ia tidak berpikir: 'Sangat baik karena seorang perumah tangga atau anaknya melayani saya dengan makanan terpilih. Semoga, seorang perumah tangga atau anaknya akan melayani saya dengan makanan terpilih yang sama pada masa akan datang'-- hal ini tak terpikirkan olehnya. Ia makan makanan itu tanpa terikat, tergiur atau terpikat dengannya, tetapi ia melihat bahaya yang ada pada makanan itu dan bijaksana bila melepaskan diri darinya. Jivaka, bagaimana pendapatmu mengenai hal ini ? Apakah pada saat itu bhikkhu tersebut berusaha melukai dirinya sendiri, atau ia berusaha melukai orang lain, atau ia berusaha melukai dirinya dan orang lain?"

6. "Tidak, Bhante."
"Jivaka, bukankah pada saat itu bhikkhu tersebut makan makanan yang tak tercela?"
"Ya, bhante, saya telah mendengar hal sebagai berikut: Orang yang diliputi oleh cinta kasih adalah brahma. Bhante, dalam hal ini Sang Bhagava sebagai saksiku, karena Sang Bhagava diliputi oleh cinta kasih."
"Jivaka, dari nafsu (raga), kebencian (dosa) dan kebodohan (moha) dapat muncul iri hati, namun hal-hal ini telah dilenyapkan, akar-akarnya telah dicabut, bagaikan batang pohon palem, oleh Tathagata; sehingga hal-hal itu tidak akan muncul lagi pada kehidupan yang akan datang. Jivaka, jika hal ini yang kau maksudkan, maka saya setuju dengan katamu."

7. "Demikianlah yang saya maksudkan, Bhante."
"Jivaka, demikianlah seorang bhikkhu hidup tergantung pada umat di desa maupun di kota. Ia hidup dengan pikiran yang diliputi kasih sayang (karuna) pada satu arah, dua arah, .... pikiran yang diliputi simpati (mudita) pada satu arah, dua arah, .... pikiran yang diliputi keseimbangan batin (upekha) .... seorang perumah tangga atau anaknya menemui beliau, ia mengundang beliau untuk makan pada besok hari ... Apakah bhikkhu itu berusaha melukai dirinya sendiri, atau ia berusaha melukai orang lain, atau ia berusaha melukai dirinya sendiri dan orang lain?"

8. "Tidak, bhante."
"Jivaka, bukankah pada saat itu bhikkhu tersebut makan makanan yang tak tercela?"
"Ya, bhante. Bhante, saya telah mendengar hal sebagai berikut: Orang yang diliputi oleh keseimbangan batin (upekha) adalah brahma. Bhante, dalam hal ini Sang Bhagava sebagai saksiku, karena Sang Bhagava diliputi keseimbangan batin."
"Jivaka, dari nafsu, kebencian dan kebodohan dapat muncul kejengkelan, ketidaksenangan dan kejijikan, namun hal-hal ini telah dilenyapkan, akar-akarnya telah dicabut, bagaikan batang pohon palem, oleh Tathagata; sehingga hal-hal itu tidak akan muncul lagi pada kehidupan yang akan datang. Jivaka hal ini yang kau maksudkan, maka saya setuju dengan kamu."

9. "Demikianlah yang saya maksudkan, Bhante."
"Jivaka, ia yang membunuh makhluk hidup untuk Tathagata atau murid Tathagata adalah menimbun banyak kamma buruk (apunna) dalam lima cara yaitu dalam hal ini, ketika ia berkata: 'Pergi dan tangkap seekor binatang', inilah cara pertama ia menimbun banyak kamma buruk. Selanjutnya, sementara binatang itu ditangkap, binatang ini menderita kesakitan dan tekanan batin sebab kerongkongannya terasa sakit, inilah cara kedua menimbun kamma buruk. Begitu pula ketika ia berkata: 'Pergi dan bunuh binatang itu', inilah cara ketika ia menimbun banyak kamma buruk. Sementara binatang itu dibunuh, binatang itu mengalami kesakitan dan penderitaan, inilah cara keempat ia menimbun banyak kamma buruk. Demikian pula, bilamana ia memberi kepada Tathagata atau muridnya sesuatu yang tidak pantas diberikan, inilah cara kelima ia menimbun kamma buruk. Jivaka, ia yang membunuh makhluk hidup (binatang) untuk Tathagata atau muridnya adalah menimbun kamma buruk dalam lima cara ini."

10. Setelah hal ini dikatakan, Jivaka Komarabhacca berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, sangat menakjubkan, sangat mengherankan. Bhante sesungguhnya pada bhikkhu makan makanan yang pantas; Bhante, sesungguhnya para bhikkhu makan makanan yang tak tercela. Bhante, sangat baik; bhante, sangat baik ... Semoga Bhante menjadi pelindungku dan menerima saya sebagai upasaka sejak hari ini hingga akhir hayatku."

 

Regards,

Sankata
PT. Ecomindo Saranacipta

YDAP Building 4th Floor

Jl. Raya PAsar Minggu Kav. 45

Jakarta, 12510 - Indonesia

Phone: +62 21 7900909 Fax: +62 21 7900808

Mobile phone : +62 819 - 77669779

Email : sankata.ec@ecomindo.com, sankatalee@gmail.com | ym : sankatalee

Blog : http://sankatalee.blogspot.com

 

The path to bliss and wisdom

The path to bliss and wisdom

by NISSARA HORAYANGURA, The Bangkok Post, Feb 24, 2008

The best way to learn about meditation is to practise it,
says Ajahn Brahm

Bangkok, Thailand --

'Teach what you know," says the old adage. Perhaps a more powerful directive would be to teach what you love. For Ajahn Brahm, the two come together in teaching meditation.

"I love doing meditation. Of all the things I do, meditation is the best. It's what gives you energy. It's also what gives you fun. It's also what gives you the understanding of what Buddhism truly is," said Ajahn Brahm with palpable - and contagious - enthusiasm during a public talk on meditation given in Bangkok recently.

Having first begun meditating while a student of theoretical physics at Cambridge University, the English-born monk later immersed himself more deeply in meditation in the Thai forest tradition as a disciple of renowned master Ajahn Chah. Ordained now for 33 years and currently the abbot of Bodhinyana Monastery in Australia, he has since become a widely respected meditation teacher in his own right and has published a book on meditation entitled Mindfulness, Bliss and Beyond: A Meditator's Handbook.

Bliss is certainly a key element of his teachings - especially as a motivation for people to start meditating. Meditation, Ajahn Brahm emphasizes, actually creates happiness. It leads to inner peace and the experience of the "pure and empowered" mind, which is deeply blissful ("better than sex!" is the catchy tagline he offers).

Moreover, Ajahn Brahm claims that meditation trains one to be happy when off the meditation cushion as well, for once one learns how to be happy from within one can remain at ease regardless of what's going on in the world.

Despite knowing of such benefits of meditation in theory, most people still find it difficult to establish meditation as a regular practice. Often, people make the mistake of approaching meditation like going to the gym to work out, driven by guilt. But if you focus on the happiness that comes from meditation, Ajahn Brahm says, you'll do it because you like to do it, want to do it and actually experience its immediate and long-term benefits. And for those who may be motivated to meditate during times of stress but find laziness sets in when their lives get rosier, he points out that one can practice meditation not just to get rid of acute suffering but to generate even more happiness.

Rather than thinking of meditation as work, Ajahn Brahm explains it as "mental relaxation". When you really know how to relax the mind, meditation becomes fun.

He says cheerfully, "Meditation's not hard. If it's hard, you're missing the point."

So, what is the point?

In a word, stillness.

The Pali word samadhi is often translated generally as "meditation" or more specifically as "concentration", but Ajahn Brahm prefers "stillness" as he feels it is more descriptive of the word's true meaning. It also indicates how to actually reach the state of samadhi - by being still, by not doing anything.

One stops moving in time, into the past or the present, and one stops moving in thought. One rests mindfully in the present moment. One also stops trying to control anything or do anything. "The Doer" is subdued; only "the Knower" remains.

To clarify what meditation is and how to do it, Ajahn Brahm likes to perform a little demonstration. He holds up a glass, with the water in it sloshing from side to side. How can one make the water still? Ajahn Brahm stares intently at the glass and screws his face up with exaggerated effort, intoning, "I'm going to meditate! I'm going to 'concentrate'! I'm going to hold this cup of the water until it is totally still!" He pauses briefly, then asks with mock anxiety, "Is it still yet? Is it still yet?'

"That's the way many people meditate," he chuckles. "The problem is, the water never gets still that way, and people just get frustrated. The way to do it is to put the glass down. At first, the water moves more, but then soon after it gets totally still, like it could never do if you were holding it.

"The same is true for meditation: At first, when you let go, the mind gets more restless. But then it gets still, like it couldn't if you were holding it, trying to make it still. When you put the mind down and let go of all control, meditation becomes so easy."

When the mind is still, it is energised, and that energy gives you joy - this is where the happiness of meditation comes from.

Stillness also leads to insight. Once the mind is still and silent, it automatically sees more clearly. "A tadpole can only know what water is when it becomes a frog and gets out of the water. Similarly, only when your mind is still can you know what thinking is, what all the movement and agitation and craving is," he explains.

Another evocative simile Ajahn Brahm draws on comes from his experiences travelling as a young man in South America. He had been wandering in thick rainforest when suddenly he came upon a huge pyramid. Not having seen the horizon for days, it was a revelation to get to the top of the pyramid. "Suddenly, I could see my whole world laid down in front of me and see this incredible emptiness - infinity - surrounding the noisy jungle," he recalls with wonder.

Deep meditation is like climbing the pyramid above the jungle of our thoughts, our family life, our work life, our world. Only when you rise above it and attain stillness can you see the bigger picture of reality.

Among different schools of meditation, however, varying views exist about how high up the pyramid, or to invert the simile, how deep into samadhi it is necessary to go to develop liberating insight. Some methods emphasize the development of moment-to-moment mindfulness rather than deep meditation.

In particular, some teachers caution against "getting stuck on bliss", particularly that experienced in the deep meditation states called jhanas. For while the promise of bliss through meditation may be appealing to many, it also raises red flags to those practitioners who say they are wary of meditating for "just" relaxation or bliss, being intent on meditating for wisdom.

Of the sometimes vigorous debate, Ajahn Brahm says, "it's wonderful that you can have debate in Buddhism. You're not forced to believe anything." Still, he is forthcoming in offering his views on some common points of contention, subject of course to each individual's own scrutiny and trial.

For one, he is unequivocal in teaching the necessity of developing the jhanas. Ajahn Brahm's book has been called "bold" for plainly putting forth this position and offering vivid descriptions and instructions about the jhanas, which few other books have thus far done. The jhanas may seem esoteric, but Ajahn Brahm says that it is not only monks who can practice them. He reports that many of his lay disciples have also developed them during retreats.

"It's so clear from the teachings of the Buddha that you really need those jhanas," he says. "There has been a distortion of the Buddha's teachings [in saying otherwise]. I'm quite harsh on this point, but it needs to be said."

In his view, the problem is that people, especially in Western countries, can emphasize mindfulness training (in daily life) so much that they do not recognise there are different levels of mindfulness with varying levels of effectiveness in developing higher insight.

He likens weak mindfulness to a teaspoon, "powerful mindfulness" (what he calls the mindfulness produced after developing firm samadhi but prior to jhanas) to a spade, and "superpower mindfulness" (mindfulness produced after the jhanas) to a huge backhoe, in terms of their efficiency in digging a hole or digging oneself out of ignorance, so to speak.

As for the fears of "getting stuck" on bliss, Ajahn Brahm maintains there is no such danger. "You don't get stuck on the jhanas. It is said in the suttas that anyone who indulges in jhanas can only expect one of four results - stream winner, once-returner, non-returner, arahant [the four stages of enlightenment]. If you do 'get stuck on jhanas', what'll happen is you'll be enlightened."

The misgivings some have about jhanas is related to what Ajahn Brahm calls the "Great Debate About Samatha Versus Vipassana". For new meditators, the terms can be confusing as different explanations are given about them. Some traditions hold that samatha (calm) and vipassana (insight) are separate types of meditation, and developing jhanas is "only samatha" and does not result in wisdom. Ajahn Brahm disagrees, saying "the two are indivisible facets of the same process. Calm leads to insight and insight leads to calm."

To tell it as a story, as he is wont to do, a happily married couple, Mr Sam Atha and Mrs Vi Passana, decide to go on a walk up a hill. Sam wanted to go to the top because it was so peaceful up there. Vi accompanied him, but she wanted to go up there for the beautiful view. They also took their little dog called Metta. So Sam, Vi and Metta walked up the hill. The higher they got, the more Metta wagged his tail. When they got to the top, Sam enjoyed the beautiful peace, but as he had eyes, he also saw the amazing view. Vi enjoyed the view, her original purpose, but she could also feel the calm. And Metta was running around happily. In meditation, insight, calm, and compassion always go together.

With all the different and contradictory points of view about meditation that can be confusing, Ajahn Brahm's advice is simple: Start meditating. Then one can figure things out from one's own experience.

"The problem is people read too much and practice too little, argue too much and keep silent too little," he says. "Wisdom never comes from thinking, but from silence."

Tips for meditation:

1) Relax - Start by relaxing your body physically, removing any tension in your muscles. Then imagine transferring that same action of relaxing your body to relaxing your mind.

2) Let go - Don't try to gain anything or get rid of anything through your meditation.

3) Do nothing - The more you try to control the mind, the stiffer it becomes and the less suited for meditation. Just do nothing and leave the mind alone and it will become still on its own.

4) Be kind and gentle to yourself - Adopt a kind and gentle attitude in your meditation. Don't be too forceful with your body and mind. Don't try too hard or be too impatient. Gently and softly is the fastest way.

5) Focus on the how, not the what - The trick in meditation is not to focus on what you're experiencing but how you're experiencing it. What's more important than the object of meditation is how you are relating to the object (see number 6).

6) Give unconditional love to every moment - Another dimension of loving-kindness meditation (metta bhavana), in addition to giving unconditional love to yourself and other beings, is giving unconditional love to every moment. Open the door of your heart to whatever you're experiencing in your mind and body, whether it is comfort or pain, calm or restlessness, alertness or torpor, etc.

7) Keep theory and practice in balance - Theory is like a map, practice is like a flashlight. Both are needed to find treasure, but both have to be kept in balance.

CoolEnjoy meditation!

------------
Talks and guided meditations given by Ajahn Brahm can be downloaded from http://www.bswa.org/. His book, 'Mindfulness, Bliss and Beyond', is available in local bookstores. The Buddhist Society of Western Australia (of which Ajahn Brahm is spiritual director) is currently building a meditation centre to offer residential meditation retreats free of charge. Donations can be made online at http://www.bswa.org/modules/donations/.

 

Regards,

Sankata
PT. Ecomindo Saranacipta

YDAP Building 4th Floor

Jl. Raya PAsar Minggu Kav. 45

Jakarta, 12510 - Indonesia

Phone: +62 21 7900909 Fax: +62 21 7900808

Mobile phone : +62 819 - 77669779

Email : sankata.ec@ecomindo.com, sankatalee@gmail.com | ym : sankatalee

Blog : http://sankatalee.blogspot.com

 

Thursday, March 13, 2008

Sutra Kelenyapan Dharma

            Sutra Kelenyapan Dharma
---------------------------

Demikianlah yang telah kudengar. Pada saat itu
Buddha ada di negeri
Kusinagara. Tathagata akan parinirvana dalam tiga
bulan dan para bhiksu
dan Boddhisattva berikut banyak sekali makhluk hidup
lain sudah datang
untuk menyembah dan bersujud kepada Buddha. Sang
Bhagavan dalam keadaan
tenang dan diam. Buddha tidak bicara satu kata pun dan
cahayaNya tidak
muncul.
Ananda bersujud dan bertanya kepada Buddha, "Oh
Bhagavan, sebelum
ini setiap kali Tathagata memberikan Dharma, cahaya
mempesona muncul.
Namun hari ini dalam persamuan besar ini tidak ada
pancaran cahaya.
Pasti ada sebab musabab untuk ini dan kami ingin
mendengar penjelasan
Bhagavan."
Buddha tetap diam dan tidak menjawab sampai
permintaan diulang tiga
kali. Buddha kemudian memberitahu Ananda.
"Setelah saya parinirvana, ketika Dharma sudah
menjelang lenyap,
pada waktu Lima Kemerosotan (kemerosotan kalpa,
kemerosotan pandangan,
kemerosotan kekotoran batin, kemerosotan makhluk hidup
dan kemerosotan
usia) sedang melanda dunia, gaya hidup sesat akan
tumbuh dengan subur.
Mara-mara akan berpura-pura menjadi Sramana; mereka
akan menyesatkan dan
merusak ajaran saya, mengenakan pakaian orang awam,
mereka lebih suka
berjubah indah yang terbuat dari kain yang
berwarna-warni. Mereka akan
minum minuman keras, makan daging, membunuh makhluk
lain, dan mereka
akan menurutkan nafsu mereka memakan makanan yang
dibumbui dengan
beraneka ragam rasa. Tidak berbelas kasih dan bahkan
saling membenci di
antara mereka.
"Pada waktu itu akan ada Boddhisattva,
Pratyekabuddha, dan Arhat
yang akan dengan hormat dan tekun menanam kebajikan
yang tak ternoda.
Mereka akan dihormati orang dan ajaran mereka akan
adil dan sederajat.
Mereka akan menaruh belas kasihan terhadap orang
miskin, teringat kepada
orang yang sudah lanjut usia, dan mereka akan
menyelamatkan dan memberi
wejangan kepada orang yang dalam kesusahan. Mereka
akan selalu
memotivasi orang lain untuk menghormati dan melindungi
Sutra dan pratima
Buddha. Mereka akan melakukan hal yang bermanfaat,
tegas dan baik hati
dan tidak pernah mencelakakan orang lain. Mereka akan
mengorbankan
jasmaninya untuk kemaslahatan makhluk hidup. Mereka
tidak akan
memperdulikan keadaannya sendiri tetapi akan sabar,
mengalah, manusiawi
dan damai.
"Jika orang seperti ini ada, gerombolan bhiksu
jahat akan iri hati.
Yang jahat akan mengejek, memfitnah dan mencemarkan
nama baik mereka,
mengusir dan merendahkan derajat mereka. Yang jahat
akan mengasingkan
bhiksu yang baik dari masyarakat biara. Kemudian yang
jahat ini tidak
akan menanam jalan kebajikan. Vihara dan caitya mereka
akan kosong dan
tak terawat. Karena tidak dipelihara, tempat itu lama
kelamaan akan
menjadi puing reruntuhan dan dilupakan orang. Bhiksu
yang jahat hanya
haus akan kekayaan dan menimbun harta benda. Mereka
akan menolak
membagikan kekayaannya satu bagian pun atau
menggunakannya untuk
memperoleh berkah dan kebajikan."
"Pada waktu ini, bhiksu jahat akan membeli dan
menjual budak untuk
bercocok tanam dan membuka hutan gunung dengan cara
tebas-bakar. Mereka
akan mencelakakan makhluk hisup dan tidak ada rasa
belas kasihan sedikit
pun. Budak-budak ini akan menjadi bhiksu dan pelayan
wanita menjadi
bhiksuni. Sama sekali tidak berkelakukan baik, mereka
akan bertindak
sesuka hati dan berkelakuan amoral. Dalam kondisi
pikiran yang kacau,
mereka tidak akan memisahkan laki-laki dan wanita di
masyarakat vihara.
Merekalah biang kemerosotan Dharma. Buronan akan
mencari perlindungan di
Jalan-Ku, ingin menjadi Sramana tetapi tidak mau
mematuhi vinaya (sila).
Walaupun Pratimoksa Sila dibacakan dua kali sebulan,
tetapi hanya dalam
nama saja. Karena mereka malas dan lemah, tidak ada
orang yang mau
mendengar ajaran lagi. Sramana yang jahat ini tidak
akan sudi membacakan
seluruh ajaran Sutra melainkan akan meringkas di
bagian depan dan di
bagian belakang teks sesuka hati. Tidak lama kemudian
praktek pembacaan
Sutra akan berhenti sama sekali. Sekalipun ada yang
membacakan teks,
mereka tidak akan berpendidikan, tidak memenuhi
syarat, namun bersikeras
bahwa merekalah yang betul. Tidak mau bertanya kepada
yang paham,
bersikap sombong dan angkuh, orang ini cenderung
mencari kemasyhuran dan
keagungan. Mereka suka berpura-pura dan bergaya alim
dengan harapan bisa
menarik sumbangan dari orang lain.
"Ketika bhiksu jahat ini wafat mereka akan jatuh
ke neraka Avici.
Berbuat lima dosa besar, mereka akan terlahir sebagai
hantu kelaparan
dan hewan selama berkalpa-kalpa sebanyak jumlah pasir
di sungai Gangga.
Setelah karma mereka sudah selesai dilaksanakan,
mereka akan dilahirkan
di tempat terpencil yang tidak ada Triratna."
"Waktu Dharma akan berakhir, wanita akan menjadi
giat dan selalu
berbuat kebajikan. Sebaliknya laki-laki akan menjadi
malas dan tidak
lagi mempraktekkan Dharma. Mereka akan melihat Sramana
seperti kotoran
hewan dan tidak beriman. Ketika Dharma sudah akan
berakhir, semua dewa
akan mulai menangis. Sungai-sungai akan menjadi kering
dan lima jenis
padi tidak akan matang. Penyakit epidemik akan
bersimaharajarela, jumlah
korban banyak sekali. Banyak orang akan bekerja
membanting tulang dan
menderita sedangkan pejabat daerah akan bersekongkol
dan membuat rencana
jahat. Tidak ada yang mematuhi peraturan; semuanya
hanya
bersenang-senang saja. Orang jahat makin banyak,
sebanyak pasir di dasar
laut. Orang baik susah dicari; paling banyak hanya ada
satu atau dua
orang saja. Ketika akhir zaman sudah mendekat,
revolusi matahari dan
bulan menjadi lebih pendek dan umur manusia menjadi
lebih pendek. Rambut
akan memutih waktu umur empat puluh. Disebabkan
kelakukan tidak bermoral
yang sudah berlebihan, laki-laki menghabiskan
spermanya sehingga wafat
di waktu umur muda, biasanya sebelum enam puluh tahun.
Walau umur
laki-laki turun, umur wanita akan naik menjadi tujuh
puluh, delapan
puluh, sembilan puluh, atau seratus tahun."
"Sungai-sungai besar akan bergolak melawan siklus
alam sehingga
tidak harmonis, namun manusia tidak perduli
memperhatikannya dan tidak
merasa khawatir. Iklim yang berfluktuasi secara
ekstrim akan segera
dianggap biasa. Manusia dari semua ras akan bercampur
aduk secara
sembarangan, tanpa perduli terhadap yang baik dan
jahat. Mereka akan
timbul tenggelam seperti makhluk yang diberi makanan
di air."
"Saat itu, ada Boddhisattva, Pratyekabuddha, dan
Arhat, karena
diusir para Mara, tak dapat menghadiri pertemuan umat.
Ketiga yana
(kereta) terpaksa masuk gunung, tempat kebajikan
bersemayam. Mereka
bahagia dalam hidup yang sederhana, usia mereka pun
menjadi panjang.
Dewa akan melindungi dan bulan akan menyinari mereka.
Tiga kereta akan
mempunyai kesempatan untuk berkumpul dan Jalan
Kebenaran akan berkembang
walaupun sebentar. Namun dalam kurun waktu lima puluh
dua tahun, Sutra
Suranggama dan Sutra
Pratyutpanna-buddha-sammukhavasthita-samadi akan
lenyap terlebih dahulu. Dua belas divisi dari ajaran
Buddha akan
berangsur-angsur ikut hilang, takkan pernah muncul
lagi. Kata-kata dan
kitabnya tidak akan ditemukan selamanya. Jubah Sramana
akan berubah
warna menjadi putih. Ketika DharmaKu musnah, polanya
diibaratkan seperti
lampu minyak yang menyala sangat terang sesaat sebelum
padam. Demikian
juga Dharma saya akan seperti padamnya lampu tersebut.
Setelah itu susah
dikatakan dengan pasti apa yang akan terjadi
berikutnya."
"Jadi ini akan berlanjut sampai beberapa puluh
juta tahun kemudian.
Saat Maitreya akan lahir di dunia untuk menjadi Buddha
yang berikut,
segenap bumi ini akan damai. Hawa jahat pun
menghilang, hujan akan turun
teratur, panen akan berlimpah. Pohon akan tumbuh
sangat tinggi dan
manusia akan tumbuh setinggi delapan puluh kaki (24
meter). Umur
rata-rata akan menjadi 84.000 tahun. Makhluk hidup
yang terbebaskan tak
terhitung jumlahnya."
Ananda bertanya kepada Buddha, "Apa yang kita
sebutkan untuk Sutra
ini dan bagaimanakah kita akan menegakkannya?"
Buddha berkata, "Ananda, Sutra ini disebut Sutra
Kelenyapan Dharma.
Beritahu semua orang agar menjadi maklum; berkah dari
perbuatanmu tak
akan terhitung."
Setelah mendengar penjelasan Buddha tentang Sutra
ini, keempat
golongan siswa menjadi sedih dan menangis. Mereka
semua bertekad
mencapai kesucian menyelami kebenaran. Setelah
bersujud kepada Buddha,
mereka kembali ke tempat masing-masing.

------------------------------------------------------------ ---
Namaste _/\_

Om Mani Padme Hum

 

Regards,

Sankata
PT. Ecomindo Saranacipta

YDAP Building 4th Floor

Jl. Raya PAsar Minggu Kav. 45

Jakarta, 12510 - Indonesia

Phone: +62 21 7900909 Fax: +62 21 7900808

Mobile phone : +62 819 - 77669779

Email : sankata.ec@ecomindo.com, sankatalee@gmail.com | ym : sankatalee

Blog : http://sankatalee.blogspot.com