Tuesday, August 19, 2008

Memahami belum tentu mengerti menjalankannya

Memahami belum tentu mengerti menjalankannya

 

Ada seorang Umat Buddha bernama A, Si A adalah seorang Sarjana yang menguasai semua ilmu agama Buddha. Ia merasa sudah mengerti ilmu tersebut, Dengan sombongnya ia berkata " Tiada orang dunia ini mampu menandingi diri ku". Dengan langkah congkaknya ia mengajak berdebat agama Buddha dengan siapa saja ia temui, dan tak ada satupun yang bisa menandingi kemampuan beliau.

 

Seringnya ia berdebat, sampai ia tidak punya lawan bicara ia sampai akhirnya mencoba menantangi semua Anggota sanggha dan samanera yang ada di Daerah nya. Tak ada satu pun yang bisa mengalahkan beliau. Dan Ia berkata " HA!, Betapa hebatnya aku ini, semua Sanggha tidak dapat mengalahkan ilmu ku, Dan tak ada yang mampu menandingi diriku ini". Sampai suatu saat ia bertemu salah satu sanggha dan ia mengajak tanding ilmu ke agamaannya. Dan sang sanggha tak mampu mengalahkannya dan berkata pada si A "Ananda , ada suatu tempat nun jauh disana. Ada seorang Sangha yang mampu mengalahkan dirimu". Si A Kaget dan Takjub serta penasaran dan bergunam
" Mana Mungkin, Semua Sanggha dan semua samanera sudah ku kalahkan dan tidak satupun di dunia ini mampu mengalahkan diriku".

 

Lalu karena sikap penasaranya si A, ia pun mau menempuh perjalanan yang sangat jauh dan belum pernah ia lakukan sebelumnya. Dan ingin tahu siapa yang mampu menaklukan dirinya. Sampai disebuah Vihara yang sangat terpencil, yang belum pernah ia ketahui. Dan ia bergembira telah sampai. Dan ia berkata "akhirnya aku sampai ke tempat si sanggha, Pasti akan berakhir sama dengan sebelumnya, HA.... HA.... HA.....". Dengan langkah yang Tegap dan kepala mengadah keatas dan tanggan diatas pinggang dan menunjukan sifat Sombongnya kesemua orang. Setiap ia temui apa itu Samanera apa itu Sanggha ia bergumam dharma dan menantang semua samanera yang ada di vihara tersebut dan Sambil berkata " Adakah orang yang lebih mengusai pengetahuanku akan Buddha Dharma, dan ilmu Kebuddhisan selain diriku ?".

 

Lalu semua Sammanera marah dan jengkel sama orang tersebut ingin mengusir orang tersebut. lalu tiba- tiba ada seorang Samamera cilik muncul " Paman, paman, apakah  yang paman maksud ingin bertemu kepala sanggha yang ada disini ?". Dan si A berkata dengan suara lantang " Adakah orang mampu mengalahkan diriku, Tunjukan dia berada dimana sekarang ?". Lalu samanera kecil itu menunjukan jalan menuju kepala Vihara di Vihara tersebut. Dan Semua samanera dengan muka yang sangat jengkel dan ingin sekali mengusir si A dari tempat mereka. Terpaksa pasrah menerima tamu yang tak diundang dengan sombongnya itu.

Ketika tiba di aula utama Si A melihat si kepala biara sedang bermeditasi dan tersenyum. Lalu si A dengan jurus Silat lidahnya mulai ia berkata dan mengumbar teori tentang meditasi. Dan Sang sangha hanya terdiam tidak mengeluarkan satu patah kata pun dan tetap tersenyum. Si A bingung melihat tingkah sang Sangha, sangking jengkelnya si A dan berkata teori dharma dan memancing emosi si kepala biara, ia terus berceloteh Sampai 3 jam masalah meditasi sang Sanggha.Dan tidak ada kata sepatah katapun keluar dari Sang Sanggha dan selalu dengan muka tersenyum.

Si A Tambah Aneh melihat tingkah laku kepala Sangha vihara tersebut, ketika kepala Sanggha Tersebut selesai meditasi lalu ia melanjutkan dengan berdoa depan altar sang Buddha, Dan Si A bertambah usil dan mencoba menghina, mencaci dan memaki dengan cara mengajarinya cara bersembayang yang tepat, Tapi tidak digubris oleh kepala sangha vihara tersebut, malah tetap tersenyum dan terus memanjatkan doanya.

Tingkah laku Si A semakin menjadi – jadi dengan sengaja mengeluarkan kata – kata dan kalimat kasar serta mencaci maki dan menghina kepala Sangha di Vihara itu, ketika sang kepala Sangha sedang memberikan dharmadesana, Dengan Tersenyum kepala Sangha itu terus melakukan aktivitasnya tanpa melihat diri si A. Semua samanera, dan umat melihatnya sangat jengkel dan marah ingin sekali mencaci maki dan mengusir si A. Tapi karena melihat kepala Sangha divihara itu langsung bersikap sabar dan melantunkan doa.

Semakin jengkel si A melihat Tingkah sang kepala Sangha ini setiap kali si Sangha meditasi, Berdoa, dharmadesana, makan, tidur, dan bahkan kekamar kecil pun Si A terus mengikuti sambil bergumam dan berkata semua ilmu keBuddhaan yang ia miliki, Tapi sang sangha tak pernah berkata dan menjawab dari kalimat si A, Dan selalu dengan muka yang tersenyum dan pergi melanjutkan semua aktifitasnya. Selama 3 hari dan 3 malam Si A Merasa Kesal dan jengkel melihat tingkah si kepala sangha, tidak pernah menjawab dan mengubris nya seperti sangha - sangha yang lainnya.

Akhirnya Si A merasa begah dan kesal dan akhirnya ia menyerah dan berkata " Kepala Sangha, mengapa anda tidak pernah mengubris saya dan berkata apapun juga, dari ilmu saya pelajari, Saya sudah sengaja menguji seberapa pengetahuan anda akan Agama Buddha, Tapi Anda tidak menjawab satu pun, perdebatan saya , mengapa ?".

Dan akhirnya Kepala Sangha dengan muka Tersenyum dan menjawab "Akhir engkau mulai mengerti ".

Si A Binggung dan bertanya kembali " Apa Yang Ku mengerti ?".

Dan kepala Sangha itu menjawab " Apa yang kau lihat selama ini, yang aku lakukan ?".

Si menjawab " iya, saya lihat ".

Lalu kepala sangha itu berkata "Apa Yang Kamu ketahui, selama ini, dari kau lihat dari diri ku ?".

Si A menjawab " Saya melihat anda berdoa, Bermeditasi, dharmadesana dan melakukan aktivitas anda dan tidak mengeluarkan sepatah kata apapun pada diriku dan selalu tersenyum ".

Sang kepala Sangha menjawab " Itulah sebabnya aku mengatakan pada dirimu, kau sudah mengerti", lalu Si A bertanya " Maksud Guru, mohon bimbingan Guru, apa yang saya mengerti?" dengan suara pelan dan dengan tanpa menunjukan emosinya sudah tidak terlihat lagi.

Kepala sangha itu menjawab " Engkau sungguhlah pandai ananda, semua ilmu keBuddhaan sukses kau kuasai, tapi sayang engkau tidak bisa dan tidak mampu menjalankan sedikit dari ilmu yang kamu kuasai, selama ini engkau terperangkap dalam teori sutta, vinaya saja, tapi tidak pernah mau menjalankan semua yang diajarkan oleh teori sutta, vinaya sungguh sanggatlah disayangkan dirimu itu tidak pernah menjalankannya sedikitpun didalam dirimu".

Si A kaget Pernyataan sang Kepala Sanggha dan bersujud 3 kali kepada kepala sangha itu "Mohon Maaf Ku, ya Guru Agung selama ini aku salah dalam perbuatanku, dan merasa diriku paling benar, ternyata aku aku salah karena aku menguasai teori kebuddhan, tapi tidak menjalankannya, malah aku menjadi sombong, terikat, telah melakukan lobha dan menjadi annica didalam diriku, dan mulai sekarang aku bersumpah didepan altar Buddha. Aku tidak akan mengulangi semua perbuatanku. Dan aku tidak akan mengucap sebarang lagi sutta dan vinaya jikalau memang dibutuhkan untuk menasehati dan memperbaiki jalan hidup seseorang yang suram menjadi lebih baik, Terima kasih ku pada mu Guru Agung ku". Dan Kepala Sangha menjawab “ Ananda tidaklah perlu meminta maaf dari diriku, kau tidak bersalah ananda pada diriku, yang paling terutama adalah kau mau memaafkan dirimu sendiri, agar kau tidak mengulangi karma buruk mu, mulai lah kehidupanmu yang baru dengan memjalankan semua darma Buddha, dan semua ajarannya memalalui perliraku kehidupanmu ananda”. Dan Akhirnya si A Berkata “ Terima Kasih Guru Agung ku”

Dari semenjak itulah si A tidak pernah lagi mengumbar Teori kebuddhisan lagi, hanya untuk menunjukan dirinya sudah merasa menguasai agama Buddha, untuk menunjukan diri kesombongan dirinya. Untuk merasa dirinya paling benar. Tapi ia mulai menguranginya dengan tingkah laku, tutur kata dan perbuatannya. Dan ia akhirnya mengerti makna menjadi seorang umat Buddhis Sejati.

 

Sabbe Sattha Bhavantu Sukhita

Taddhaya Gate - Gate Param gate Parasamgate Bodhisuava

Thursday, August 14, 2008

Kisah Si Penebang Pohon

Kisah Si Penebang Pohon

"Kan Shu De Gu Shi"

Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk
menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi
kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang
pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.

Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan
menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu
yang telah ditentukan kepada si penebang pohon.

Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore
hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan
memberikan pujian dengan tulus, "Hasil kerjamu sungguh luar biasa!
Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum
pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu."

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang
bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7
batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi
hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin
bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil
dirobohkan. "Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan
kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawab kan hasil kerjaku
kepada majikan?" pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa.
Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf
atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa
yang telah terjadi.

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, "Kapan terakhir kamu
mengasah kapak?"

"Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk
setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat
tenaga," kata si penebang.

"Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan
kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil
luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama,
menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri,
hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apa pun, kamu harus
meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja
dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah
mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!" perintah sang majikan.

Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si
penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.

"Xiu Xi Bu Shi Zou Deng Yu Chang De Lu"

Istirahat bukan berarti berhenti.

"Er Shi Yao Zou Geng Chang De Lu"

Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi.

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi
hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk,
sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama
pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru
untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu
mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan
menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru!